Wednesday, February 24, 2010

Hikmah Maulid Nabi Muhammad

Pendahuluan

Maulid Nabi Muhammad, saw adalah sebuah upacara atau peringatan untuk mengenang lahirnya Nabi Muhammad, saw. Nabi Muhammad merupakan penyebar agama islam. Dalam hidupnya, dia memiliki perilaku yang baik, sehingga disebut sebagai uswatun hasanah (contoh teladan yang baik).

Ide maulid nabi terjadi pada saat Salahudin (berasal dari suku Ayyub) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji. Ia menghimbau agar jemaah haji setelah kembali ke kampungnya masing-masing mensosialisasikan perayaaan Maulid Nabi. Salahuddin menyatakan bahwa mulai tahun 580 H (1184 M), setiap 12 Rabiul-awal, dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dan diisi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat juang umat Islam. Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama hanya ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid’ah yang terlarang.

Dampak Maulid Nabi Muhammad saw

Salahuddin Al Ayyubi dalam literatur sejarah Eropa dikenal dengan nama Saladin berasal dari dinasti Ayyub (setingkat gubernur). Ia memerintah dari tahun 1174-1193 M atau 570-790 H. Ia bukanlah orang Arab melainkan dari suku Kurdi. Pusat kesultanannya berada di kota Qahirah (Kairo), Mesir. Daerah kekuasaannya membentang dari Mesir sampai Suirah dan Semenanjung Arabia. Pada masa itu, dunia Islam sedang mendapatkan serangan gelombang demi gelombang dari berbagai bangsa Eropa (Perancis, Jerman, Inggris). Inilah yang dikenal dengan Perang Salib atau the Crusade. Pada tahun 1099 laskar eropa merebut Yerusalem. Umat Islam saat itu kehilangan semangat perjuangan (jihad) (sama seperti sekarang), dan persaudaraan (ukhuwah) (sama sepaerti sekarang), sebab secara politis terpecah belah dalam banyak kerajaan dan kesultanan, meskipun khalifah tetap satu, yaitu Bani Abbas di bagdad, sebagai lambang persatuan spiritual.

Guna menghidupkan jihad umat Islam untuk merebut kembali Yerusalem, Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah di Bagdad yakni An-Nashir agar umat Islam di seluruh dunia merayakan hari lahir Nabi Muhammad saw. Menurut salahuddin semangat juang umat islam harus dihidupkan kembali dengan cara mempertebal kecintaan umat kepada nabi mereka. Ternyata ide yang dilontarkan salahuddin ini disambut baik oleh khalifah. Maka, pada musim ibadah haji bulan dzulhijjah 579 H (1183 M), salahuddin sebagai penguasa baramain (dua tanah suci, Mekah dan madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jamaah haji. Ia menghimbau agar jemaah haji setelah kembali ke kampungnya masing-masing mensosialisasikan perayaan Maulid Nabi. Salahuddin menyatakan bahwa mulai tahun 580 H (1184 M), setiap tanggal 12 Rabiul-Awal, dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dan diisi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat juang umat Islam.

Salahuddin ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi peringatan seperti itu tidak pernah ada. Lagi pula hari raya resmi menurut ajaran agama hanya ada dua, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin kemudian menegaskan bahwa perayaan Maulid Nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual, sehingga tidak dapat dikategorikan bid’ah yang terlarang.

Ternyata peringatan Maulid Nabi yang diselenggarakan Sultan salahuddin itu menimbulkan efek yang luar biasa. Semangat umat Islam untuk berjihad bergelora kembali. Salahuddin berhasil menghimpun kekuatan, sehingga pada tahun 1187 (583 H) Yerusalem direbut oleh Salahuddin dari tangan bangsa Eropa. Dibawah kepemimpinannya, perang salib diakhiri dengan sedikit korban. Tak seperti tentara salib yang menduduki Jerusalem dan membunuh semua muslin yang tersisa, pasukan Salahuddin mengawal umat Kristen dan memastikan jiwa mereka selamat saat keluar Jerusalem. Begitulah akhlak Islam dalam perang yang dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Maulid Kotekstual

Berangkat dari latar belakang histories maulid tersebut, jelas bahwa maulid itu sangat bergantung kepada konteks. Jika dahulu Salahuddin berhadapan dengan tentara salib, bagaimana dengan kondisi umat Islam sekarang? Untuk itu diperlukan kejelian dalam melihat permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam saat ini. Diantara persoalan besar yang dihadapi adalah kemelaratan, kemiskinan dan kebodohan serta perpecahan di tubuh umat Islam yang terkadang berakhir dengan konflik berdarah. Keempat persoalan tersebut adalah masalah klasik yang belum terpecahkan sampai detik ini. Adapun amsalah kontemporer yang dihadapi oleh umat adalah terorisme, kekerasan atas nama agama, tatanan dunia yang tidak adil, korupsi, narkoba, judi, pornografi, nepotisme, dan hal-hal lain yang berbau takhayul. Isu-isu ini semstinya diangkat oleh mubaligh, ustaz, da’I ke permukaan dan dibicarakan dalam peringatan Maulid Nabi. Syukur-syukur kita mampu menemukan jalan keluarnya. Adalah lebih baik, jika dari sebuah peringatan maulid kita dapat melahirkan sebuah aksi nyata atau program yang kongkrit yang bisa langsung dirasakan masyarakat seperti pemberdayaan di bidang pendidikan dan ekonomi. Pemberdayaan di dua bidang ini mempunyai peran sentral dalam menangkis umat dari kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan. Kebodohan dan kemiskinan umat Islam ini mesti secepatnya dihilangkan karena dua hal ini merupakan satu faktir utama yang menjerambabkan umat Islam dalam aksi kekerasan atau terorisme, perbuatan meluluhlantakan citra Islam sebagai agama damai di tengah percaturan politik global. Jika maulid tidak lagi kontekstual, tidak mempunyai daya pecut menggugah semangat juang kita untuk melakukan langkah kongkret bagi kemjuan dan kemakmuran, hanya sebatas emosional saja, sangat dikhawatirkan umat islam akan terlempar pada romantisme sejarah. Perlahan namun pasti kita pun mengkultuskan Nabi Muhammad saw sebagai orang suci yang memiliki keistimewaan ketuhanan. Padahal, Al Qur’an menyebutkan bahwa Nabi Muhammad saw itu adalah manusia biasa (QS Al-Kahfi 18:110). Penegasan Al Qur’an ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad itu adalah manusia biasa seperti manusia lainnya. Hanya saja bedanya Nabi Muhammad saw itu mendapat wahyu dari Allah sebagai utusan Allah kepada umat manusia. Rasulullah berhasil melepaskan diri dari jerat hawa nafsu dan tampil sebagai insane al-kamil, manusia yang senantiasa hidup dalam tuntunan nilai-nilai Ilahi.

Kesimpulan

Maulid nabi Muhammad bukanlah bid’ah yang terlarang karena dengan adanya Maulid Nabi itu masyarakat dapat memperkuat imannya. Saat ini, banyak manusia yang telah melakukan perbuatan tercela. Perbuatan tercela ini berasal dari ketidaktaatan manusia kepada Alalh swt. Salah satu cara untuk mempertahankan akhlak yang baik pada umat Islam adalah merayakan hal-hal yang bernuansa Islami seperti Maulid Nabi.

No comments:

Post a Comment